KAMPAR — Ketegangan politik di Kabupaten Kampar kian memuncak. Berdasarkan informasi dari sejumlah sumber terpercaya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kampar, Drs. Hambali, M.Si., disebut tengah mengonsolidasikan kekuatan masyarakat sipil dan mahasiswa untuk menggelar aksi besar-besaran menuntut penggulingan Bupati Kampar Ahmad Yuzar. Gerakan ini diduga dipicu oleh meningkatnya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Yuzar dan sejumlah kebijakan yang dinilai cacat hukum.
Salah satu kasus yang diangkat adalah dugaan keterlibatan Ahmad Yuzar dalam kasus korupsi bank tanah di Desa Indra Sakti, Kecamatan Tapung. Kasus ini kini menjadi perhatian serius publik dan aparat penegak hukum karena dianggap menyentuh langsung ranah kebijakan strategis yang pernah dipimpin oleh Yuzar sendiri.
Kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kampar itu bermula dari kegiatan penataan batas desa dan pengelolaan aset tanah pemerintah tahun 2021 yang dilaksanakan oleh Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBDes) Kabupaten Kampar. Dalam struktur resmi, Ahmad Yuzar tercatat sebagai Ketua Tim PPBDes, yang kala itu berwenang memberikan pertimbangan dan persetujuan akhir terhadap dokumen pelacakan batas, peta koordinat, dan hasil verifikasi lahan.
Dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya manipulasi titik koordinat dan perubahan peta batas desa yang kemudian digunakan untuk penerbitan sertifikat tanah di atas lahan milik desa. Dari hasil penyidikan, kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1,3 miliar. Salah satu pejabat teknis, Refizal, yang kala itu menjabat sebagai Kabag Tata Pemerintahan Setda Kampar, telah diperiksa intensif oleh jaksa. Namun hingga kini, Ahmad Yuzar sebagai Ketua Tim dan penanggung jawab kebijakan belum tersentuh pemeriksaan.
Sumber internal kejaksaan menyebut, posisi Ahmad Yuzar selangkah lagi bisa menjadi tersangka, karena seluruh proses dan keputusan kegiatan PPBDes dilakukan atas pertimbangannya. Ia menandatangani berita acara batas wilayah dan memberikan rekomendasi yang kemudian melahirkan Perda Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa Indra Sakti.
Beberapa waktu yang lalu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kampar, Marthalius, sempat dalam keterangannya membenarkan bahwa Ahmad Yuzar memang menjabat sebagai Ketua Tim PPBDes 2021. Ia tidak menutup kemungkinan adanya pemeriksaan terhadap Yuzar.
“Benar, AY merupakan Ketua Tim PPBDes Kabupaten Kampar tahun 2021. Pemeriksaan akan dilakukan sesuai perkembangan penyidikan,” katanya.
Secara hukum, penyidikan kasus bank tanah Indra Sakti berpedoman pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menjerat setiap pejabat yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana jabatan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara. Dalam konteks ini, pertimbangan dan tanda tangan Ahmad Yuzar menjadi dasar hukum dalam pengesahan peta batas desa yang diduga diselewengkan menjadi dasar penerbitan sertifikat untuk pihak tertentu.
Dari sisi politik, ketegangan antara Hambali dan Yuzar semakin terbuka. Hambali sebelumnya menolak evaluasi jabatan yang direncanakan Bupati, bahkan secara terbuka mengkritik sejumlah kebijakan pemerintahan yang menurutnya sarat pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan anggaran. Pernyataannya memicu reaksi keras dari pendukung Yuzar. Sejumlah relawan pro-Bupati mendesak agar Hambali dicopot karena dianggap melanggar etika birokrasi, sementara kelompok pemuda dan mahasiswa di Kampar justru menyatakan dukungan terbuka kepada Hambali dan menyerang kepemimpinan Yuzar yang dinilai tidak transparan.
Sumber internal Pemkab Kampar menyebut, Hambali geram karena kasus yang mengarah ke pucuk pimpinan daerah itu seperti dilindungi. Ia dikabarkan mendorong kalangan mahasiswa untuk menekan Kejati Riau agar segera memanggil dan memeriksa Ahmad Yuzar. Dalam komunikasi politiknya, Hambali disebut telah berkoordinasi dengan beberapa aktivis kampus untuk mempersiapkan aksi serentak di Pekanbaru dengan rute menuju Kantor Kejati Riau dan Gedung Daerah Provinsi Riau.
“Gerakan ini murni desakan moral. Kalau hukum mandek, rakyat akan bersuara,” ujar seorang sumber dekat Hambali yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa naskah orasi mahasiswa telah disusun dengan tuntutan utama agar Kejati Riau segera memeriksa Ahmad Yuzar sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus bank tanah. Para mahasiswa juga menilai keberadaan Yuzar di kursi Bupati justru berpotensi mengganggu independensi penyidikan.
Dari pihak pendukung Yuzar, tudingan ini disebut sebagai manuver politik yang ingin mengguncang stabilitas pemerintahan. Mereka menuding Hambali melanggar netralitas ASN dengan melakukan manuver politik di balik layar. Namun, opini publik di Kampar mulai terbelah. Sebagian masyarakat menilai langkah Hambali merupakan bentuk perlawanan moral terhadap kekuasaan yang dianggap menyimpang dan berupaya menutupi praktik korupsi di tubuh pemerintahan daerah.
Sampai berita ini diturunkan, Ahmad Yuzar belum memberikan tanggapan resmi atas isu ini maupun potensi dirinya diperiksa dalam kasus bank tanah. Namun sejumlah pakar hukum menyebut, posisi dan peran Yuzar dalam struktur PPBDes serta dokumen yang ditandatanganinya cukup kuat untuk dijadikan dasar penyidikan lanjutan. Jika Kejati Riau mengambil langkah tegas sesuai ketentuan UU Tipikor, maka selangkah lagi Ahmad Yuzar dapat ditetapkan sebagai tersangka.
Kondisi ini menambah panas tensi politik Kampar. Jika gerakan massa benar terjadi dalam waktu dekat, maka daerah ini akan memasuki fase paling genting dalam sejarah birokrasi modernnya: antara penegakan hukum dan perlawanan moral terhadap kekuasaan yang dianggap menyimpang.
Investigasi etalasenews.com juga berhasil memperoleh informasi dari sejumlah pentolan tokoh mahasiswa terkait rencana aksi tersebut. Mereka membenarkan bahwa gerakan ini memang terafiliasi dengan kelompok yang memiliki kedekatan dengan Hambali.
“Kami mendapat arahan langsung agar mengawal proses hukum kasus bank tanah ini sampai tuntas. Tidak ada kepentingan politik, ini murni suara mahasiswa Kampar yang muak dengan praktik penyimpangan di pemerintahan,” ujar salah satu koordinator lapangan yang enggan disebut namanya. (hr)