SELUMA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Seluma, Eko Darmansyah, SH, menuntut terdakwa Jon Siswardi alias Andre (58) dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lippan.
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tais, Kamis (16/10). Selain pidana badan, jaksa juga menuntut agar satu unit mobil milik terdakwa dirampas untuk negara. Barang bukti lain berupa flashdisk dimusnahkan, sedangkan uang tunai Rp10 juta dikembalikan kepada korban, dan telepon genggam dikembalikan kepada saksi korban.
"Tuntutan kami susun berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi yang terungkap di persidangan,” kata JPU Eko Darmansyah usai sidang.
Persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Raden Ayu Rizkiyati, SH, dengan hakim anggota Dyah Ayuworo Sukenti, SH, dan Rohmat, SH. Terdakwa hadir langsung untuk mendengarkan pembacaan tuntutan.
Dalam dakwaan, Andre dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemerasan sebagaimana Pasal 369 ayat (1) KUHP. Ia terbukti meminta uang Rp25 juta dari salah satu Kepala Puskesmas (Kapus) di Kabupaten Seluma dengan ancaman akan melaporkan dugaan penyimpangan anggaran. Setelah negosiasi, disepakati nominal Rp10 juta.
Aksi pemerasan itu terbongkar setelah Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Seluma di bawah pimpinan Kasi Pidsus Ekke Widoto Khahar, SH MH, bersama anggota tim dan personel TNI Kodim 0425/Seluma, melakukan OTT di depan Minimarket Agis, Kelurahan Pasar Tais, Kecamatan Seluma Kota, Rabu (25/6) sekitar pukul 18.30 WIB.
Dari tangan terdakwa, petugas menyita uang tunai Rp10 juta yang baru diterima dari korban. Andre langsung diamankan dan dibawa ke Kantor Kejari Seluma untuk diperiksa lebih lanjut.
Hasil penyelidikan juga mengungkap bahwa LSM Lippan, tempat terdakwa bernaung, tidak terdaftar secara resmi di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Seluma. Dengan demikian, lembaga tersebut tidak memiliki izin untuk beroperasi di wilayah setempat.
"Kasus ini menjadi peringatan keras agar tidak ada pihak yang menyalahgunakan nama lembaga masyarakat untuk kepentingan pribadi,” tegas JPU Eko.
Sidang sempat ditunda dua pekan untuk memberi waktu JPU menyempurnakan berkas tuntutan dan mempertimbangkan fakta hukum di persidangan.
Menanggapi tuntutan itu, terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Sidang lanjutan dijadwalkan pada Kamis, 23 Oktober 2025 mendatang.
Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan oknum dari lembaga yang seharusnya berperan sebagai kontrol sosial. Dengan tuntutan 2,5 tahun penjara dan perampasan aset untuk negara, publik kini menantikan putusan akhir majelis hakim dalam sidang berikutnya. (rls)