PEKANBARU – Salah satu pelaku usaha kebun kelapa sawit di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Niko Sianipar, menyerahkan lahan sawit seluas 401 hektare kepada Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda untuk ditertibkan. Lahan tersebut sebelumnya dikelola secara ilegal di wilayah konservasi yang dilindungi negara.
Niko mengaku membeli lahan dari warga Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau, dengan harga berkisar Rp3 juta hingga Rp5 juta per hektare.
“Dulu saya beli per hektarnya Rp3 juta, ada juga yang Rp5 juta. Tapi saya ikhlas menyerahkannya karena ini memang kawasan hutan negara,” ujar Niko, Ahad (29/6/2025).
Niko Sebelumnya Ditangkap Aparat
Penyerahan ini terjadi pasca penangkapan Niko oleh aparat penegak hukum terkait aktivitas perambahan kawasan hutan di TNTN. Ia merupakan satu dari dua orang yang sebelumnya ditangkap oleh Polda Riau dalam operasi gabungan yang menyasar cukong sawit ilegal.
Hal ini disampaikan Ketua Mandala Foundation Nusantara, Tommy Freddy Manungkalit, yang menyebut penangkapan Niko dan satu pelaku lain berinisial D sebagai langkah maju dalam perlindungan ekosistem TNTN.
> “Kami apresiasi Polda Riau dan tim gabungan karena telah menangkap dua cukong, N dan D. Keduanya menjadikan kawasan konservasi sebagai kebun sawit. Ini langkah penting untuk melindungi habitat Gajah Sumatera,” ujar Tommy, Sabtu (27/6/2025).
Langkah Damai Disambut Satgas PKH
Meski berstatus tersangka, Niko memilih menyerahkan lahannya secara sukarela kepada negara. Wakil Komandan Satgas PKH Garuda, Brigjen TNI Dody Triwinarto, menyampaikan apresiasi terhadap sikap kooperatif tersebut.
“Langkah Niko Sianipar ini mencerminkan kesadaran hukum dan tanggung jawab moral terhadap lingkungan,” kata Dody.
Menurutnya, sejak Juni 2025, kawasan TNTN secara fisik mulai dikuasai kembali oleh negara, dan tindakan Niko menjadi simbol keberhasilan pendekatan persuasif dan penegakan hukum humanis.
“Alhamdulillah, masyarakat bisa diajak bekerja sama untuk memulihkan hutan negara dengan cara damai,” tambahnya.
Rantai Perambahan Terorganisir
Dalam pengusutan kasus ini, aparat juga mengungkap adanya pemangku adat yang menerbitkan surat hibah atas tanah negara seluas ±113.000 hektare di TNTN. Dokumen fiktif itu digunakan untuk menjual lahan kepada sejumlah pihak, termasuk Dedi Yanto, yang membeli lahan 20 hektare dari seorang bernama Jasman seharga Rp5 juta per hektare.
“Kami temukan lahan sawit ilegal dijaga oleh pekerja. Setelah diselidiki, ternyata milik Dedi Yanto, yang sudah kami tangkap lebih dulu,” ungkap Kombes Ade Kuncoro, Dirreskrimsus Polda Riau, Senin (23/6/2025).
Tommy menegaskan bahwa negara tak boleh diam terhadap perambahan hutan. Ia meminta pemerintah segera mengembalikan fungsi TNTN sebagai habitat gajah dan satwa liar lainnya.
“Ini bukan hanya soal hutan. Ini soal masa depan anak cucu kita,” tegasnya. (rls)